Desa Widoro di Kecamatan Donorojo, Pacitan, tak hanya menyimpan pesona pantai alami dan budaya lokal, tetapi juga dikenal sebagai sentra produksi nira kelapa. Nira Kelapa sendiri adalah cairan manis hasil sadapan pohon kelapa yang menjadi bahan baku gula kelapa berkualitas tinggi. Di balik setiap tetes nira, tersimpan nilai ekonomi, warisan budaya, dan kerja keras yang luar biasa dari masyarakat desa.

Penderesan Nira Kelapa Widoro yang Butuh Ketekunan
Menyadap nira bukan pekerjaan mudah. Seorang penderes harus memanjat pohon kelapa setinggi 10–15 meter dua kali sehari—pagi dan sore. Mereka membawa sabit kecil untuk menyayat ujung mayang (bunga kelapa jantan) dan menampung air nira yang menetes ke dalam bambu atau jerigen. Proses ini dilakukan setiap hari selama musim berbunga, dengan ketepatan waktu yang tinggi agar kualitas nira tetap segar.
Menurut Kementerian Pertanian RI, nira segar memiliki kandungan sukrosa, glukosa, dan fruktosa yang tinggi. Ia mudah terfermentasi, sehingga harus segera diolah dalam waktu kurang dari 3 jam setelah disadap.
Dapur-Dapur Gula Jawa: Jantung UMKM Desa Widoro
Setelah dikumpulkan, nira dibawa ke rumah untuk langsung dimasak di atas tungku kayu bakar. Proses ini membutuhkan waktu 3–4 jam sambil terus diaduk agar airnya menguap dan larutan mengental. Larutan pekat inilah yang kemudian dituang ke cetakan tempurung atau bambu untuk menjadi gula jawa batok atau gula semut (versi bubuk/kristal).
Proses yang sederhana ini menyimpan nilai budaya yang dalam. Di Desa Widoro, dapur-dapur ini bukan hanya tempat produksi, tapi juga ruang warisan, pengetahuan, dan kolaborasi keluarga. Banyak UMKM gula kelapa dikelola oleh keluarga, dari bapak sebagai penderes, ibu sebagai pengolah, dan anak-anak sebagai pengemas atau penjual online.
Menurut Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Pacitan, lebih dari 60% rumah tangga di Widoro memiliki keterlibatan langsung atau tidak langsung dalam kegiatan produksi gula jawa. Artinya, nira kelapa menjadi sumber utama ekonomi masyarakat desa.
Dari Desa ke Pasar: Gula Jawa yang Bertransformasi
Kini, berkat dorongan dari BUMDes dan pelatihan produk unggulan desa, para pelaku UMKM di Widoro tidak hanya menjual gula dalam bentuk curah, tetapi juga sudah mulai melakukan inovasi kemasan:
- Gula semut dalam pouch
- Gula cetak dengan label lokal
- Produk olahan turunan seperti sirup nira, dodol kelapa, dan teh gula aren
Gula jawa dari Widoro bahkan memiliki keunggulan gizi dibanding gula putih:
- Indeks glikemik rendah (~35)
- Kaya zat besi, kalium, magnesium
- Lebih ramah bagi penderita diabetes jika dikonsumsi sewajarnya
Sumber: Jurnal Teknologi dan Industri Pangan – IPB
Penutup
Ketika kita membeli gula jawa Widoro, sejatinya kita tidak hanya membeli pemanis. Kita sedang membeli ketekunan penderes, kebijaksanaan alam, dan martabat sebuah desa yang bertahan dengan kekuatan lokal.
Bagi Widoro, nira bukan sekadar bahan. Ia adalah darah ekonomi, jiwa budaya, dan kebanggaan sosial. UMKM gula kelapa tidak hanya menciptakan produk, tetapi juga membuka lapangan kerja, menjaga tradisi, dan memberi harapan bagi generasi muda desa untuk tetap tinggal dan berkarya di kampung halamannya.
Gula jawa Widoro adalah contoh nyata bagaimana sebuah desa bisa mandiri melalui potensi lokal. Lewat nira kelapa, warga tidak hanya bertahan, tetapi tumbuh dan berdaya. Jika kita bicara tentang pembangunan desa, maka Desa Widoro telah memberi kita satu jawaban manis: kembali ke akar, jaga alam, dan rawat warisan.
Referensi
Kementerian Pertanian RI. (2020). Kenali Produk Turunan Kelapa.
https://pustaka.setjen.pertanian.go.id
Dinas Koperasi & UMKM Kabupaten Pacitan. (2023). Data UMKM dan Produk Unggulan Desa.
https://pacitankab.go.id
Arief, I. A. (2016). Gula Kelapa Sebagai Alternatif Gula Sehat. JTIP IPB.
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jtip/article/view/15152